Minggu, 18 Mei 2014

POSISI INDONESIA DAN KERENTANAN TERHADAP BENCANA


Buletin Tata Ruang Edisi September-Oktober 2011

DILIHAT DARI KONDISI GEOGRAFISNYA, Indonesia merupakan wilayah dengan ancaman bencana gempa bumi dan tsunami dengan intensitas yang cukup tinggi. Banyaknya gunung aktif serta bentuknya yang berupa negara kepulauan adalah sebagian faktor yang mempengaruhi seringnya terjadi bencana di Indonesia. Tercatat sebanyak 17 bencana tsunami besar di Indonesia selama hampir satu abad, setelah kejadian tsunami besar Gunung Krakatau yang menewaskan sekitar 36.000 jiwa pada tahun 1883. Gempa dan tsunami besar yang terakhir adalah tsunami Aceh dan sebagian Sumatera Utara yang menewaskan kurang lebih 150.000 orang pada tahun 2004. Kemudian disusul gempa 2005 pada Pulau Nias dan sekitarnya yang menelan korban sekitar 1000 jiwa, serta gempa yang terjadi pada akhir 2006 yang menimpa Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah yang menelan korban sekitar 5000 jiwa dan bencana Gunung Merapi dan tsunami Mentawai pada akhir 2010. Namun selain semua itu, terjadi banyak sekali gempa-gempa lain di Indonesia pada setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan posisi Indonesia yang dikepung oleh tiga lempeng tektonik dunia yakni Lempeng Indo-Australian, Eurasia dan Lempeng Pasifc yang apabila bertemu dapat menghasilkan tumpukan energi yang memiliki ambang batas tertentu. Selain itu, Indonesia juga berada pada Pasifc Ring Of fire yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia yang setiap saat dapat meletus dan mengakibatkan datangnya bencana. Catatan Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukan bahwa ada 28 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan tsunami. Di antaranya NAD, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jateng dan DIY bagian selatan, Jatim bagian selatan, Bali, NTB dan NTT, kemudian Sulut, Sulteng, Sulsel, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak, Yapen dan fak-fak di Papua serta Balikpapan Kaltim.

Sumber :
Redaksi Butaru. 2011. POSISI INDONESIA DAN KERENTANAN TERHADAP BENCANA. Jakarta : Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional.

Sabtu, 17 Mei 2014

Kebijakan Kementerian KKP dalam Mitigasi Bencana Tsunami


Buletin Tata Ruang Edisi September-Oktober 2011

Mengingat sebagian besar wilayah Indonesia merupakan kawasan pesisir dan kepulauan, maka pertanyaan penting yang perlu dijawab adalah bagaimana kebijakan dan komitmen Indonesia dalam mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Menjawab pertanyaan ini, kita bisa berlega hati mengingat negara sudah memiliki komitmen yang jelas dalam penanggulangan bencana, yaitu dengan dimasukkannya lingkungan hidup dan pengelolaan bencana sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional dalam RPJMN II. Lebih lanjut, respon penanggulangan bencana di tingkat nasional mulai dilakukan dengan disahkannya UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, sejalan dengan komitmen internasional Hyogo framework for Action bagi pengurangan risiko bencana masyarakat dunia 2005 - 2015. Selain itu, kebijakan dan program mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah diwujudkan dalam Undang-undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pengaturan lebih rinci tentang mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semakin jelas dengan disahkannya peraturan pelaksanaan UU No. 27 Tahun 2007 berupa PP No 64 Tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berperan penting dalam mendorong upaya pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam upaya mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Upaya mitigasi yang dimaksud antara lain berupa: pemetaan potensi bahaya, kerentanan, dan risiko bencana di wilayah pesisir; penyusunan rencana strategis, rencana zonasi; rencana pengelolaan dan rencana aksi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memuat aspek mitigasi bencana; pembangunan rumah ramah bencana bagi masyarakat pesisir; konservasi dan rehabilitasi ekosistem pesisir, peningkatan kapasitas aparatur baik pusat maupun daerah serta masyarakat melalui sosialisasi, penyadaran dan pelatihan mitigasi bencana. Upaya mitigasi bencana di wilayah pesisir di pulau-pulau kecil menjadi salah satu penekanan dalam UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil (WP-3-K) yaitu dalam pasal 56 Bab X, yaitu “Dalam menyusun rencana pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu, pemerintah dan/atau pemerintah daerah memasukkan dan melaksanakan bagian yang memuat mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan jenis, tingkat, dan wilayahnya”. Lebih lanjut, sebagai aturan pelaksanaan UU tersebut telah diterbitkan PP No. 64 tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Upaya ini merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Pemerintah menyelenggarakan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil lintas provinsi dan Kawasan Strategis Nasional (KSN) tertentu. Pemerintah provinsi menyelenggarakan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam kewenangan dan lintas kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam kewenangan kabupaten/kota.

Sumber :
Diposantono, Subandono.2011.MITIGASI BENCANA TSUNAMI.Dalam Butaru edisi September – Oktober 2011.Jakarta : Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional.

INDONESIA MERUPAKAN JALUR PASIFC RING OF FIRE


Buletin Tata Ruang Edisi September-Oktober 2011

Indonesia merupakan bagian dari jalur The Pasifc Ring of Fire (Cincin Api Pasifk), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia. Cincin Api Pasifk ini membentang di antara subduksi maupun pemisahan Lempeng Pasifk dengan Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, Lempeng Amerika Utara dan Lempeng Nazca yang bertabrakan dengan lempeng Amerika Selatan. Jalur ini membentang mulai dari pantai barat Amerika Selatan, terus ke pantai barat Amerika Utara, lalu melingkar ke Kanada, semenanjung Kamsatschka, Jepang, melewati Indonesia, Selandia baru dan kepulauan di Pasifk Selatan. Indonesia memiliki gunung berapi dengan jumlah kurang lebih 240 buah, dimana hampir 70 di antaranya masih aktif. Zona kegempaan dan gunung api aktif Circum Pasifk amat terkenal, karena setiap gempa hebat atau tsunami dahsyat di kawasan itu, dipastikan menelan korban jiwa manusia amat banyak. Sekitar 90% dari gempa bumi di dunia dan 80% dari gempa bumi terbesar di dunia terjadi di sepanjang Cincin Api. Berikutnya wilayah paling seismik (5-6% dari gempa bumi dan 17% dari gempa bumi terbesar di dunia) adalah sabuk Alpide, yang membentang dari Jawa ke Sumatera melalui Himalaya, Mediterania, dan keluar ke Atlantik.
Mid-Atlantic Ridge adalah sabuk ketiga tempat sering terjadinya gempa.  Indonesia terletak di antara Cincin Api sepanjang kepulauan timur laut berbatasan langsung dengan New Guinea dan di sepanjang sabuk Alpide Selatan dan barat dari Sumatera, Jawa, Bali, flores, dan Timor yang terkenal dan sangat aktif. Gunung berapi di Indonesia adalah yang teraktif di antara tempat lainnya yang termasuk dalam Ring Api Pasifk. Mereka terbentuk dari daerah subbagian antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Beberapa gunung berapi yang tercatat letusannya antara lain Krakatau yang memberikan efek global pada 1883, Danau Toba dengan letusan supervolcanic yang diperkirakan terjadi pada 74000SM yang bertanggung jawab atas enam tahun musim dingin, dan Gunung Tambora yang merupakan letusan tersadis yang tercatat dalam sejarah di tahun 1815. Gunung berapi paling aktif saat ini adalah Gunung Kelud dan Merapi di Pulau Jawa yang telah membunuh ribuan penduduk di sekitarnya. Sejak tahun 1000, Gunung Kelud telah meletus 30 kali, dengan letusan terbesar berskala lima dalam indeks Letusan Gunung Berapi, sementara itu Gunung Merapi meletus lebih dari 80 kali. The International Association of Volcanology and Chemistry menjuluki Merapi sebagai gunung berapi 10 tahunan sejak 1995 karena aktivitasnya yang tinggi dan banyaknya korban yang berjatuhan akibat letusan dengan intensitas kejadian yang cukup tinggi. Terakhir kali, Gunung Merapi meletus di Yogyakarta pada akhir 2010 lalu memakan cukup banyak korban.

Sumber :
Redaksi Butaru. 2011. POSISI INDONESIA DAN KERENTANAN TERHADAP BENCANA. Jakarta : Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional.

INDONESIA MERUPAKAN DAERAH PERTEMUAN TIGA LEMPENG TEKTONIK BESAR


Buletin Tata Ruang Edisi September-Oktober 2011

Indonesia merupakan daerah pertemuan tiga lempeng tektonik besar, yaitu Lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Lempeng Pasifc. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan Lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusa Tenggara, sedangkan dengan Pasifc di utara Irian dan Maluku Utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng inilah terjadi akumulasi energi tabrakan hingga sampai suatu titik lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energy dan akhirnya energi tersebut akan dilepas dalam bentuk gempa bumi. Pelepasan energi sesaat ini menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan akibat percepatan gelombang seismik, tsunami, longsor, dan liquefaction. Besarnya dampak gempa bumi terhadap bangunan bergantung pada beberapa hal di antaranya adalah skala gempa, jarak epicenter, mekanisme sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas bangunan.
Indonesia juga merupakan negara yang secara geologis memiliki posisi yang unik karena berada pada pusat tumbukan Lempeng Tektonik Hindia Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian Utara dan Lempeng Pasifik di bagian timur laut. Hal ini mengakibatkan Indonesia mempunyai tatanan tektonik yang kompleks dari arah zona tumbukan yaitu fore arc, Volcanic arc dan Back arc. fore arc merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan zona tumbukan atau sering disebut sebagai zona aktif akibat patahan yang biasa terdapat di darat maupun di laut. Pada daerah ini, material batuan penyusun utama lingkungan juga sangat spesifk serta mengandung potensi sumberdaya alam bahan tambang yang cukup besar. Volcanic arc merupakan jalur pegunungan aktif di Indonesia yang memiliki topograf khas dengan sumberdaya alam yang khas juga. Back arc merupakan bagian paling belakang dari rangkaian busur tektonik yang relatif paling stabil dengan topograf yang hampir seragam berfungsi sebagai tempat sedimentasi. Semua daerah tersebut memiliki kekhasan dan keunikan yang jarang ditemui di daerah lain baik keanegaragaman hayatinya maupun keanekaragaman geologinya.

Sumber :
Redaksi Butaru. 2011. POSISI INDONESIA DAN KERENTANAN TERHADAP BENCANA. Jakarta : Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional.

Jumat, 16 Mei 2014

RTRW Aceh Berbasis Bencana

Buletin Tata Ruang edisi September-Oktober 2001 : Menata Aceh Dengan Harapan Baru.

Penyusunan RTRW yang berbasis  rawan bencana sebagaimana amanat yang tercantum di dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, terkandung di dalam tujuan Penataan Ruang yaitu untuk mewujudkan Penataan Ruang Wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; merupakan amanat yang wajib dituangkan di dalam RTRW Aceh. Kata aman dan nyaman tersebut identik dengan makna bebas dari ancaman bencana. Selain UU No. 26 Tahun 2007 tersebut, perlindungan masyarakat dari kebencanaan juga tercantum di dalam UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana di dalam Pasal 24 ayat 1 yang menyebutkan, “Pelaksanaan dan penegakan tata ruang dilakukan untuk mengurangi resiko bencana yang mencakup sanksi terhadap pelanggaran”. Berdasarkan dua landasan hukum tersebut, maka Pemda bergerak cepat menyusun RTRW yang mengakomodir isu adaptasi dan mitigasi bencana yang bertujuan agar pola pengembangan ruang ke depannya dapat menjamin keamanan, kenyaman, dan menyediakan ruang sebagai jalur, maupun area penyelamatan penduduk ke tempat yang lebih aman apabila terjadi bencana.
Terdapat perbedaan jelas antara RTRW sebelum dan sesudah terjadinya gempa dan tsunami. Saat ini konsentrasi pembangunan diarahkan menjauhi lokasi pantai yaitu ke bagian selatan Kota Banda Aceh. Selain itu, pertumbuhan penduduk di lokasi sekitar pantai juga dibatasi – hanya penduduk yang bekerja sebagai nelayan saja yang bermukim di daerah sekitar pantai. Pembatasan pemukiman di sekitar pantai tersebut menyebabkan 700 rumah penduduk dipindahkan ke arah selatan Kota Banda Aceh. Jalur-jalur yang berfungsi sebagai bufer pantai direncanakan untuk menahan deburan ombak yang kencang. Perencanaan jalur-jalur evakuasi yang letaknya tegak lurus dari wilayah pantai juga terlihat pada peta pola ruang RTRW Kota Banda Aceh berikut.
Sudah saatnya Indonesia khususnya Aceh memiliki informasi kebencanaan dalam bentuk peringatan melalui Peta Rawan Bencana sebagai alat informasi untuk dapat disebar luaskan ke masyarakat terhadap kerentanan terhadap kebencanaan, seperti halnya di Negara-negara maju dan berkembang seperti Jepang yang memiliki tingkat kerawanan gempa dan tsunami yang tinggi bahkan telah menyediakan informasi berbentuk teknologi interaktif dan dapat diakses masyarakat. Informasi antisipasi bencana ini bisa diciptakan oleh kerjasama beberapa stakeholder, instansi, dan uluran tangan dari luar negeri yang mengirimkan materi dan tenaga ahli di bidang kebencanaan. Maka meski tidak bisa dihindari dan dipastikan kapan terjadinya, akan tetapi para akademisi dan ahli dapat memberikan trobosan untuk mengurangi dampak bencana.  Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BNPBA), Lembaga Riset Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) yang dilopori dari Universitas Syah Kuala (UNSYIAH), UNDP, Multi Donor Thrust  fund (MDf), dan BAPPEDA Aceh bekerja sama untuk menyusun Peta Resiko Bencana Aceh bertajuk Aceh Disaster Risk Map (ADRM) melaui satu program, yaitu Disaster Risk Reduction Aceh (DRR-A).
Pada tanggal 3 Maret 2011, Gubernur Aceh telah mengesahkan Dokumen ADRM yang siap untuk disebarluaskan ke masyarakat Aceh dan lainnya untuk dijadikan panduan dan referensi, sebagaimana yang Pemda yang telah mengakomodir peta rawan bencana tersebut ke dalam RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029. Indonesia mungkin belum dapat menciptakan teknologi mutakhir seperti Jepangyang telah menciptakan berbagai teknologi untuk mengantisipasi terjadinyabencana. Akan tetapi apa yang telah diterapkan Jepang, dapat dijadikan contohdan referensi bagi Indonesia untuk langkah penyelamatan daerah rawan bencana seperti Aceh.

Sumber :
BKPRN. 2011. Buletin Tata Ruang edisi September-Oktober 2001 : Menata Aceh Dengan Harapan Baru.Jakarta : Sekretariat Tim Pelaksana BKPRN.

Introduction


ANGGOTA KELOMPOK 6 TEKNIK KOMUNIKASI KELAS A
Nim           : 21040113130085
Nama         : Rakan Pramoe Izdihar 
TTL           : Depok, 6 September 1995
Alamat       : Jl. Banjarsari Gg. Iwenisari No. 3
Email         : Rakanpramoe@yahoo.co.id
No. Hp      : 081281062486

Nim            : 21040113120003
Nama        : Aulia Rachmi Isra
TTL             : Padang, 23 Mei 1995
Alamat      : Jl.LPPU 2 gang Sigawe no.19
Email         : Arachmi_isra@yahoo.com
No. Hp      : 082387509522

Nim            : 21040113120037
Nama        : Elsari Mitra Maranatha S
TTL             : Jakarta, 10 Januari 1995
Alamat      : Jl. Jatisari 2 No.5
Email         : Elsarimitra@yahoo.co.id
No. Hp      : 0857880884111

Nim            : 21040113120045
Nama        : Wildansyah Firdaus
TTL             : Wonogiri, 27 Desember 1995
Alamat      : Jl. Gondang Timur IV
Email         : Wildansyahfirdausadiguna@gmail.com
No. Hp      : 089678828210

Nim            : 21040113120055
Nama        : Putri Septia Hayuning H
TTL             : Semarang, 18 September 1995
Alamat      : Jl. Bledak Kantil 4 No. 40
Email         : Putrisepti@ymail.com
No. Hp      : 085641720111

Nim            : 21040113140093
Nama        : Adhista Putri Pressilia
TTL             : Larantuka, 18 Mei 1995
Alamat      : Taman Kradenanasri blok E-5
Email         : Adhistapresilia@gmail.com
No. Hp      : 085766162179

Nim            : 21040113130127
Nama        : Diva Amadea
TTL             : Indramayu, 8 Juni 1996
Alamat      : Graha Sapta Arsi
Email         : Amadea.diva@yahoo.com
No. Hp      : 083824986333